Hakim Sidang Sambo Dilaporkan Kuasa Hukum Kuat Ke Komisi Yudisial Atas Perkataan Tidak Menyenangkan. Berikut Tanggapan Komisi Yudisial.
Kuasa hukum Kuat Ma’ruf, Irwan Irawan membeberkan sikap tendensius ketua majelis hakim Sidang Sambo Wahyu Iman Santoso yang menangani perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah Ferdy Sambo. Sikap tendensius itu salah satunya yakni Kuat dinilai hakim Sidang Sambo Wahyu memberikan keterangan palsu terkait peristiwa yang menyebabkan hilangnya Brigadir J. Kesaksian-kesaksian palsu itu disebut disampaikan Kuat secara konsisten hingga saat ini. “KM [Kuat Ma’ruf] disebut berbohong secara konsisten sampai saat ini,” kata Irwan kepada Medandigital.id, Kamis (8/12).
Menurut Irwan, sikap tersebut menunjukkan bahwa hakim Sidang Sambo Wahyu tak mengindahkan asas praduga tak bersalah dan menyudutkan Kuat Ma’ruf. “Ini kan menunjukkan hakim tidak mengindahkan asas praduga tak bersalah dan telah menyudutkan klien kami,” ujarnya. Tim kuasa hukum menilai hakim Sidang Sambo Wahyu telah melanggar KUHAP jo Peraturan Bersama MA dan KY tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tahun 2012 jo Keputusan Bersama MA dan Ketua KY tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tahun 2009.
Adapun kata-kata, sikap dan perilaku hakim Sidang Sambo Wahyu dalam persidangan a quo yang disebut melanggar ketentuan itu di antaranya hakim melontarkan kalimat ‘Tapi karena kalian buta dan tuli makanya saudara tidak mendengar dan melihat kan itu yang mau saudara sampaikan’ saat persidangan untuk terdakwa Ricky Rizal atau Bripka RR dengan saksi Kuat Ma’ruf. Selain itu, hakim Wahyu juga melontarkan kalimat ‘ini kan keanehan-keanehan yang kalian nggak.. perencanaan itulah yang saya bilang. Sebenarnya gini loh saya sampaikan sama dengan saudara Ricky tadi, saya tidak butuh keterangan saudara… saudara kalau mengarang cerita sampai tuntas’.
Sementara pada persidangan dengan terdakwa Kuat Ma’ruf dengan keterangan saksi Bripka RR, hakim Sidang Sambo Wahyu mempertanyakan naluri Bripka RR sebagai anggota Satlantas dengan menyampaikan kalimat ‘saya bingung apakah di Lantas itu memang nggak punya naluri ya’. Kalimat lain yang dilontarkan hakim Wahyu adalah ‘Saudara ini sudah disuruh membunuh, masih disuruh mencuri pun masih saudara lakukan. Saudara disuruh membunuh tidak mau kan? Tapi sekarang disuruh mencuripun mau’.
“Perkara a quo bukanlah perkara pencurian, namun terlapor selaku hakim Sidang Sambo telah mengancam saksi RR dengan kata-kata ‘mencuri’ dan Undang-undang TPPU,” demikian surat laporan yang diterima MedanDigital.id. Tim kuasa hukum Kuat Ma’ruf melaporkan ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY) pada Rabu (7/12).
Irwan menyebut laporan yang pihaknya buat terkait dengan pelanggaran kode etik majelis hakim saat memimpin persidangan. Menurut Irwan, banyak pernyataan hakim Wahyu yang bersifat tendensius saat pemeriksaan para saksi. “Terkait dengan pelanggaran kode etik saat memimpin sidang. Banyak pernyataan ketua majelis yang sangat tendensius saat pemeriksaan saksi-saksi,” ujarnya.
Terkait itu, Juru Bicara KY Miko Ginting mengonfirmasi adanya laporan yang dibuat pihak Kuat Ma’ruf. Namun, dia mengatakan KY akan melakukan verifikasi terlebih dahulu. “Kita akan verifikasi dulu laporannya, apakah memenuhi syarat atau tidak untuk ditindaklanjuti. Yang pasti, Komisi Yudisial akan memeriksa laporan ini secara objektif,” kata Miko. “Perlu pemahaman bahwa area Komisi Yudisial adalah memeriksa ada atau tidaknya pelanggaran etik dan perilaku hakim Sidang Sambo. Jadi, penanganan laporan ini tidak akan mengganggu jalannya persidangan,” ujarnya.
Sementara itu, laporan tim kuasa hukum Kuat Ma’ruf di MA belum terdaftar. Hal itu dikonfirmasi oleh Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi. “Pengaduan tersebut belum ada di siwas [sistem informasi pengawasan],” kata Sobandi kepada Medandigital.id. Kuat Ma’ruf didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Tindak pidana itu dilakukan bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, dan Ricky Rizal atau Bripka RR. Mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tanggapan Komisi Yudisial Atas Laporan Hakim Sidang Sambo Yang Dilaporkan Kuasa Hukum Kuat Maruf
Kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, menanggapi kesaksian Ferdy Sambo yang mengaku tidak pernah menyusun rencana pembunuhan, apalagi ikut menembak korban. Menurut Kamaruddin apa yang dikatan mantan Kepala Divisi Propam Polri itu merupakan hak ingkarnya sebagai terdakwa. Ia menilai Ferdy Sambo takut dihukum mati sehingga berbohong di persidangan. Kamaruddin menyarankan agar Ferdy Sambo sebaiknya berkata jujur agar tidak memberatkan hukuman.
“Sebetulnya Ferdy Sambo takut dihukum mati. Jadi dia berusaha berbohong. Padahal sebetulnya berbohong itu justru makin menjerat dia, justru sebetulnya lebih bagus dia berterus terang supaya hakim Sidang Sambo ada simpati kalau dia berterus terang dan mengaku salah. Sebab berbelit-belit itu dipandang memberatkan,” kata Kamaruddin Simanjuntak saat dihubungi, Ahad, 11 Agustus 2022.
Ia mengatakan ketakutan Ferdy Sambo terlihat pada gesturnya ketika ia menjadi saksi di persidangan terdakwa Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf pada Rabu, 7 Desember 2022. Ia melihat bagaimana raut muka Ferdy Sambo yang tidak segagah sebelumnya hingga memegang mikrofon menggunakan dua tangan. “Dapat dipahami tetapi sebetulnya lebih bagus dia berterus terang supaya jaksa dan hakim Sidang Sambo bersimpati,” tutur Kamaruddin.
Sebelumnya, Ferdy Sambo mengatakan tidak pernah menyusun rencana pembunuhan di rumah pribadi di Jalan Saguling 3 seperti yang didakwakan. Ia berujar pertemuannya denga Ricky Rizal dan Richard Eliezer di lantai tiga hanya meminta mereka berjaga-jaga menembak jika Yosua melawan saat akan ditanya perihal dugaan pemerkosaan pada Putri Candrawathi.
Di hadapan majelis hakim, Ferdy Sambo juga membantah memberikan sekotak amunisi 9 milimeter kepada Richard Eliezer saat di lantai tiga rumah Saguling. “Apakah Saudara sempat membahas tentang amunisi kepada Richard? Karena ada keterangan kesaksian, Saudara memberikan amunisi, menambahkan amunisi kepada Richard,” tanya hakim Sidang Sambo.
“Tidak ada, Yang Mulia,” jawab Ferdy Sambo.
Pengakuan ini berbeda dari dakwaan jaksa dan Berita Acara Pemeriksaan Richard Eliezer. Dalam surat dakwaan, Ferdy Sambo memberikan satu kotak peluru 9 milimeter yang sebelumnya disiapkan kepada Richard, dan disaksikan langsung oleh Putri Candrawathi. Ia meminta Richard menambahkan amunisi pada senjata pistol Glock 17 bernomor seri MPY851 milik Richard. Sebelumnya, magasin pistol itu berisi tujuh butir peluru dan ditambahkan menjadi delapan butir peluru 9 mm.
Dalam dakwaan, Richard Eliezer juga melihat Ferdy Sambo mengenakan sarung tangan hitam setelah Richard kembali ke lantai tiga untuk menyerahkan pistol Yosua HS berseri H233001 kepada Sambo. “Senjata itu adalah yang disita oleh Ricky Rizal saat di Magelang, bersama dengan senjata laras panjang Steyr AUG milik Yosua,” kata dakwaan yang dibacakan jaksa pada 17 Oktober lalu.
Ferdy Sambo juga membantah punya niat membunuh. Ia mengatakan sebetulnya hendak bermain bulutangkis di Depok, dan ketika melintasi rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, ia kebetulan melihatnya di halaman dan tiba-tiba teringat pengakuan istrinya diperkosa Yosua. Kemudian ia meminta sopirnya Prayogi untuk menepi lalu masuk ke dalam rumah untuk menanyai Yosua perihal itu. Ia juga membantah mengenakan sarung tangan hitam dan menjatuhkan pistol HS milik Yosua ketika turun dari mobil.
Dalam tanggapan atas kesaksian Ferdy Sambo, Richard membantah Ferdy bertanya padanya untuk ‘mem-backup’ jika Yosua melawan. Richard mengatakan tidak ada perkataan seperti itu ketika ia menghadap Ferdy Sambo di lantai tiga rumah Saguling.
“Yang benar adalah pada saat itu beliau memerintahkan saya untuk menembak Yosua dan setelah itu dia juga menceritakan kepada saya tentang skenario yang nanti akan dijelaskan dan dijalankan di Duren Tiga, Yang Mulia,” kata Richard saat menanggapi kesaksian Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 7 Desember 2022.
Richard Eliezer keberatan dengan bantahan Ferdy Sambo jika ia tidak pernah memberikan kotak amunisi 9 milimeter untuk mengisi magasin Glock-17. Glock-17 itu digunakan Richard untuk menembak Yosua. “Pada saat itu beliau memberikan kepada saya satu kotak amunisi dan menyuruh saya untuk menambahkan amunisinya, Yang Mulia,” kata Richard.